Jumat, 13 Januari 2012

STRATEGI PENDIDIKAN NASIONAL

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia dan untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki kecakapan hidup (life skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan manusia seutuhnya serta masyarakat madani dan modern

Paradigma Pendidikan dan Pemberdayaan Manusia Seutuhnya
Paradigma pendidikan dan pemberdayaan manusia seutuhnya yang memperlakukan anak sebagai subyek merupakan penghargaan terhadap anak sebagai manusia yang utuh, yang memiliki hak untuk mengaktualisasikan dirinya secara maksimal dalam aspek kecerdasan intelektual, spiritual, sosial, dan kinestetik. Anak tidak lagi dipaksakan untuk menuruti keinginan orang tua, sebaliknya orang tua hanya sebagai fasilitator untuk menolong anak menemukan bakat atau minatnya. Guru sebagai fasilitator membantu anak untuk menemukan bakatnya serta menolongnya agar mampu memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya sehingga dapat bertumbuh dengan wajar dan mampu mengintegrasikan berbagai pengetahuan yang ia miliki. Guru bukan hanya memberikan pengajaran yang dibutuhkan melainkan juga memberikan teladan hidup dan mengembangkan kreativitas peserta didik. Paradigma ini merupakan fondasi dari pendidikan kreatif yang mengidamkan peserta didik menjadi subyek pembelajar sepanjang hayat yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, inovatif, dan berkewirausahaan.

Paradigma Pembelajaran Sepanjang Hayat Berpusat pada Peserta Didik
Paradigma pembelajaran sepanjang hayat berarti bahwa pembelajaran merupakan proses yang berlangsung seumur hidup, yaitu pembelajaran sejak lahir hingga akhir hayat yang diselenggarakan secara terbuka dan multimakna. Pembelajaran sepanjang hayat berlangsung secara terbuka melalui jalur formal, nonformal, dan informal yang dapat diakses oleh peserta didik setiap saat tidak dibatasi oleh usia, tempat, dan waktu. Pembelajaran dengan sistem terbuka diselenggarakan dengan fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program lintas satuan dan jalur pendidikan (multi entry-multi exit system). Dengan paradigma ini baik peserta didik maupun pendidik menjadi subyek pembelajar yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, inovatif, dan berkewirausahaan. Hidup adalah pembelajaran. Pendidik dan peserta didik dapat belajar sambil bekerja atau mengambil program-program pendidikan pada jenis dan jalur pendidikan yang berbeda secara terpadu dan berkelanjutan melalui pembelajaran tatap muka, jarak jauh, ataupun secara otodidaktif. Pendidikan multimakna diselenggarakan dengan berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan akhlak mulia, budi perkerti luhur, dan watak, kepribadian, atau karakter unggul, serta berbagai kecakapan hidup (life skills). Paradigma ini memperlakukan, memfasilitasi, dan mendorong peserta didik menjadi subyek pembelajar mandiri yang bertanggung jawab, kreatif, inovatif, dan berkewirausahaan.

Paradigma Pendidikan untuk Semua yang Inklusif
Paradigma pendidikan untuk semua merupakan upaya pemenuhan akan kebutuhan pendidikan sebagai hak azasi manusia minimal pada tingkat pendidikan dasar. Pemenuhan atas hak untuk mendapatkan pendidikan dasar yang bermutu merupakan ukuran keadilan dan pemerataan atas hasil pembangunan dan sekaligus menjadi investasi sumber daya manusia yang diperlukan untuk mendukung pembangunan bangsa. Paradigma ini merupakan salah satu paradigma dan prinsip penjaminan mutu pendidikan nasional. Konsekuensi dari paradigma ini adalah bahwa setiap individu berhak dan wajib mengikuti dan menyelesaikan pendidikan minimal pada tingkat pendidikan dasar dan pemerintah harus membiayainya, karena pendidikan tingkat ini merupakan kunci awal dari pembelajaran sepanjang hayat. Sejalan dengan itu, buta aksara, yang merupakan indikasi kegagalan yang bersifat residual dari program wajib belajar, menjadi sangat penting untuk dituntaskan dan memastikan bahwa semua warga negara memiliki peluang yang sama untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat. Pemenuhan atas hak untuk mendapatkan pendidikan dasar yang bermutu merupakan ukuran keadilan dan pemerataan atas hasil pembangunan dan sekaligus menjadi investasi sumber daya manusia yang diperlukan untuk mendukung pembangunan bangsa. Hak untuk mendapatkan pendidikan dasar sebagai pemenuhan hak asasi manusia telah menjadi komitmen global. Oleh karena itu, program pendidikan untuk semua yang inklusif diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan sistem pendidikan terbuka dan demokratis agar dapat menjangkau mereka yang berdomisili di tempat terpencil serta mereka yang mempunyai kendala ekonomi dan sosial. Paradigma pendidikan ini juga menjamin keberpihakan kepada peserta didik yang memiliki hambatan fisik ataupun mental, hambatan ekonomi dan sosial, ataupun kendala geografis, yaitu layanan pendidikan untuk menjangkau mereka yang tidak terjangkau. Keberpihakan diwujudkan dalam bentuk penyelenggaraan sekolah khusus, pendidikan layanan khusus, ataupun pendidikan nonformal dan informal, pendidikan dengan sistem guru kunjung, pendidikan jarak jauh, dan bentuk pendidikan khusus lain yang sejenis sehingga menjamin terselenggaranya pendidikan yang demokratis, merata, dan berkeadilan. Sekolah-sekolah inklusif menerima semua anak di masyarakat tanpa memandang kemampuan, kecacatan, gender, status HIV/AIDS dan status kesehatan serta latar belakang sosial, ekonomi, etnis, agama atau bahasa. Penyelenggaraan sekolah yang inklusif juga merangkul keberagaman agama di Indonesia sehingga tidak terjadi pembedaan berdasarkan keyakinan yang dianutnya.

Paradigma Pendidikan untuk Perkembangan, Pengembangan, dan/atau Pembangunan Berkelanjutan (PuP3B)
PuP3B yang merupakan terjemahan dari Education for Sustainable Development (EfSD) merupakan paradigma pendidikan baru yang diprakarsai oleh PBB melalui UNESCO dengan tujuan agar pendidikan menghasilkan manusia berakhlak mulia yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Manusia seperti itu memenuhi kebutuhannya dengan memperhatikan kebutuhan generasi saat ini dan generasi-generasi yang akan datang (keberlanjutan intergenerasional).
Paradigma ini mengajak manusia untuk berpikir tentang keberlanjutan Planet Bumi, dan bahkan keberlanjutan keseluruhan alam semesta. Paradigma ini pun menghendaki keberlanjutan kesehatan lingkungan dengan cara menjaga keberlanjutan fungsi-fungsi ekosistem, melestarikan komponen-komponen dalam ekosistem, dan menjaga keseimbangan interaksi antarkomponen dalam ekosistem. Selain itu, setiap bentuk intervensi manusia atas keseimbangan ekosistem baik itu melalui upaya-upaya pengembangan yang dosis intervensinya rendah sampai dengan pembangunan yang dosis intervensinya tinggi harus dilakukan dalam batas daya dukung lingkungan, tidak mengancam keberlanjutan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dan menghemat penggunaan sumberdaya alam yang tak dapat diperbaharui.
PuP3B juga menghendaki keberlanjutan keseimbangan lingkungan ekonomi, sosial, budaya, dan politik, sebagai bagian integral dari ekosistem. Dengan kata lain, PuP3B menghendaki manusia yang melestarikan keberlanjutan peradabannya tanpa mengorbankan keberlanjutan ekosistemnya. PuP3B hanya akan terwujud apabila paradigma pembelajaran sepanjang hayat yang berpusat pada peserta didik, yang mengidamkan subyek pembelajar yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, inovatif, dan berkewirausahaan, betul-betul dilaksanakan. Tanpa adanya manusia pembelajar yang seperti itu, sulit sekali PuP3B bisa terwujud. PuP3B juga menghendaki bahwa pendidikan untuk semua yang inklusif dan tanpa diskriminasi betul-betul dilaksanakan, karena adanya sebagian masyarakat yang tidak menjadi pembelajar sepanjang hayat akan menjadi sumber ketidakberlanjutan keseimbangan ekosistem.
Dalam perspektif PuP3B, pendidikan bisa menjadi masalah, bisa juga menjadi solusi. Pendidikan menjadi masalah jika pendidikan tidak mengadopsi paradigma PuP3B, sehingga menghasilkan manusia yang tidak peduli akan keberlanjutan keberadaan dirinya, komunitas masyarakatnya, sistem sosialnya, sistem ekonominya,  kebudayaanya, dan lingkungan alamnya. Namun pendidikan bisa menjadi solusi jika pendidikan yang dilakukan dapat membangun kesadaran kritis tentang PuP3B. Selama ini ada paradoks. Semakin orang terdidik, semakin menjadi masalah, karena tingkat konsumsinya cenderung meningkat dan dilakukan dengan cara-cara yang boros sumberdaya dan merusak lingkungan. Pendidikan harus menumbuhkan pemahaman tentang pentingnya keberlanjutan keseimbangan ekosistem. Yaitu pemahaman bahwa manusia adalah bagian dari ekosistem. Apapun yang dilakukan manusia terhadap ekosistem pasti akan ada akibatnya. Pada akhirnya muncul kesadaran bahwa bumi merupakan satu sistem yang “tertutup”. Ketika sumberdaya alam habis, maka sumberdaya alam itu tidak akan bisa diperoleh dari planet lain. Substansi lain yang harus ada dalam PuP3B adalah pandangan dan kepercayaan terhadap masa depan dan berpikir holistik dengan visi jangka panjang.
Pendidikan harus memberikan pemahaman tentang nilai-nilai tanggung-jawab sosial. Bumi adalah habitat semua manusia, karena itu nilai keadilan, tanggung-jawab sosial, dan demokrasi harus dikembangkan. Dengan nilai-nilai itu maka akan muncul pemahaman kritis tentang lingkungan dan semua bentuk intervensi terhadap lingkungan termasuk pembangunan.
Ada dua aspek pembelajaran dalam PuP3B. Aspek pertama adalah pembelajaran individual, yang menyangkut wawasan, nilai-nilai, dan kemampuan individual. Aspek kedua adalah pembelajaran sosial, yang menyangkut pengembangan modal sosial dan masyarakat pembelajar sepanjang hayat. Dengan demikian, pembelajaran akan menumbuhkan kemampuan kerjasama pada berbagai skala ekosistem, sehingga bisa melakukan adaptasi berlanjut pada skala ekosistem.

Pilar-Pilar Strategis
Pilar-pilar strategis dari landasan filosofis pendidikan nasional mengacu pada strategi pembangunan pendidikan nasional sebagaimana ditetapkan dalam penjelasan umum UU Sisdiknas, yaitu sebagai berikut:
a.    Pendidikan agama serta akhlak mulia
b.    Pengembangan dan Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi
c.    Proses Pembelajaraan yang mendidik dan dialogis
d.    Evaluasi, Akreditasi, dan Sertifikasi Pendidikan yang Memberdayakan
e.    Peningkatan Profesionalitas Tenaga Pendidik dan Kependidikan
f.    Penyediaan Sarana Belajar yang mendidik
g.    Pembiayaan Pendidikan sesuai Prinsip Pemerataan dan Berkeadilan
h.    Penyelenggaraan Pendidikan yang terbuka dan merata
i.    Pelaksanaan wajib belajar
j.    Pelaksanaan otonomi satuan pendidikan
k.    Pemberdayaan peran masyarakat
l.    Pusat Pembudayaan dan Pembangunan Masyarakat
m.    Pelaksanaan Pengawasan dalam Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional

Enam Strategi Pendidikan Nasional

Strategi I
Perluasan dan pemerataan akses PAUD bermutu dan berkesetaraan gender di semua provinsi, kabupaten, dan kota dilakukan melalui:
a) Penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan PAUD bermutu yang merata antarprovinsi, kabupaten, dan kota yang meliputi pemenuhan guru TK/TKLB bermutu; penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan PAUD nonformal bermutu; pelaksanaan diklat bidang TK bermutu; dan penyediaan tenaga kependidikan TK/TKLB bermutu yang merata antarprovinsi, kabupaten, dan kota;
b) Perluasan dan pemerataan akses TK/TKLB bermutu dan berkesetaraan genderdi semua provinsi, kabupaten, dan kota;
c)  Keluasan dan kemerataan akses PAUD nonformal bermutu dan berkesetaraan gender di semua provinsi, kabupaten, dan kota; serta
d)  Ketersediaan model pembelajaran, data dan informasi berbasis riset, dan standar mutu PAUD, serta keterlaksanaan akreditasi PAUD.

Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah masa yang berharga dan sangat penting bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimulan terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun sosialnya yang dapat diperoleh melalui pendidikan anak usia dini (PAUD), yang meliputi TK/ RA untuk anak usia 5-6 tahun, serta kelompok bermain, taman penitipan anak, dan berbagai program serupa untuk anak usia 3-4 tahun. Selain itu beberapa muatan penyiapan anak usia dini untuk belajar di SD/MI diberikan juga di Posyandu dan program Bina Balita. Posyandu yang pada awalnya merupakan program layanan kesehatan bagi ibu dan anak usia dini, kini telah dilengkapi dengan muatan pendidikan. Demikian juga Bina Balita yang memberikan layanan pendidikan pemeliharaan kesehatan anak bagi orangtua, terutama ibu, yang memiliki anak usia di bawah 5 tahun.

Strategi II
Perluasan dan pemerataan akses pendidikan dasar universal bermutu dan berkesetaraan gender di semua provinsi, kabupaten, dan kota dilakukan melalui:
a) penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan dasar bermutu yang merata antarprovinsi, kabupaten, dan kota yang meliputi penyediaan guru SD/SDLB dan SMP/SMPLB bermutu; penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan Paket A dan Paket B bermutu; penyediaan diklat bidang SD/SDLB dan SMP/SMPLB bermutu; penyediaan tenaga kependidikan SD/SDLB dan SMP/SMPLB bermutu yang merata antarprovinsi, kabupaten, dan kota;
b) perluasan dan pemerataan akses SD/SDLB dan SMP/SMPLB bermutu dan berkesetaraan gender di semua provinsi, kabupaten, dan kota;
c) perluasan dan pemerataan akses pendidikan Paket A dan Paket B bermutu dan berkesetaraan gender di semua provinsi, kabupaten, dan kota; serta
d) penyediaan model pembelajaran, data dan informasi berbasis riset, dan standar mutu pendidikan dasar, serta keterlaksanaan akreditasi pendidikan dasar.

Strategi III
Perluasan dan pemerataan akses pendidikan menengah bermutu, berkesetaraangender, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat di semua provinsi, kabupaten, dan kota dilakukan melalui:
a. penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan menengah bermutu yang merata antarprovinsi, kabupaten, dan kota, yang meliputi penyediaan guru SMA/SMLB/SMK bermutu; penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan Paket C bermutu; penyediaan diklat bidang SMA/SMLB/SMK bermutu; dan penyediaan tenaga kependidikan SMA/SMLB/SMK bermutu yang merata antarkabupaten dan kota;
b. perluasan dan pemerataan akses pendidikan SMA/SMLB dan SMK bermutu, berkesetaraan gender, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat di semua provinsi, kabupaten, dan kota;
c. perluasan dan pemerataan akses pendidikan Paket C bermutu, berkesetaraan gender, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat di semua provinsi, kabupaten, dan kota; serta
d. ketersediaan model kurikulum dan pembelajaran; data dan informasi berbasis riset; dan standar mutu pendidikan menengah serta keterlaksanaan akreditasi pendidikan menengah.

Pendidikan vokasi dirasa perlu karena memiliki paradigma yang menekankan pada pendidikan yang menyesuaikan dengan permintaan pasar (demand driven) guna mendukung pembangunan ekonomi kreatif. Ketersambungan (link) diantara pengguna lulusan pendidikan dan penyelenggara pendidikan dan kecocokan (match) antara employee dengan employer menjadi dasar penyelenggaraan pendidikan vokasi. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan vokasi dapat dilihat dari tingkat mutu dan relevansi yaitu jumlah penyerapan lulusan dan kesesuaian bidang pekerjaan dengan bidang keahlian yang dipilih dan ditekuninya. Pendidikan vokasi melayani sistim ekonomi, sistim sosial, dan politik serta menjadi jawaban/terobosan pembangunan ekonomi kreatif.
Selanjutnya, pendidikan vokasi pada tingkat menengah memiliki peranan yang sangat besar terhadap tujuan pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan pendidikan vokasi memiliki multi-fungsi antara lain (a) sosialisasi yaitu transmisi dan konkritisasi nilai-nilai ekonomi, solidaritas, religi, seni, dan jasa;
(b) kontrol sosial yaitu kontrol perilaku dengan norma-norma kerjasama, keteraturan, kebersihan,
kedisilpinan, kejujuran, keterbukaan;
(c) seleksi dan alokasi yaitu mempersiapkan, memilih, dan menempatkan calon tenaga kerja sesuai dengan permintaan pasar kerja;
(d) asimilasi dan konservasi budaya yaitu absorbsi antar budaya masyarakat serta pemeliharaan budaya lokal;
(e) mempromosikan perubahan demi perbaikan karena pendidikan kejuruan tidak sekedar mendidik dan melatih ketrampilan yang ada, tetapi juga harus berfungsi sebagai pendorong perubahan, akulturasi perubahan dan enkulturasi atau pembawa perubahan bagi masyarakat. Pendidikan kejuruan tidak hanya adaptif tetapi juga harus antisipatif.

Strategi IV
Perluasan dan pemerataan akses pendidikan tinggi bermutu, berdaya sainginternasional, berkesetaraan gender, dan relevan dengan kebutuhan bangsa dannegara dilaksanakan melalui:
a. perluasan dan pemerataan akses pendidikan tinggi bermutu, berdaya saing internasional, berkesetaraan gender, dan relevan dengan kebutuhan bangsa dan negara yang meliputi pemerataan dan perluasan akses prodi vokasi, profesi, dan akademik; penyediaan dosen; penyediaan dan perluasan akses PT; penyediaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang bermutu, berdaya saing internasional, serta berkesetaraan gender dan relevan dengan kebutuhan bangsa dan negara; dan
b. ketersediaan data dan informasi berbasis riset, dan standar mutu pendidikan tinggi, serta keterlaksanaan akreditasi pendidikan tinggi.

Strategi V
Perluasan dan pemerataan akses pendidikan orang dewasa berkelanjutan yang berkesetaraan gender dan relevan dengan kebutuhan masyarakat dilaksanakan melalui:
a. perluasan dan pemerataan akses pendidikan orang dewasa bermutu, berkesetaraan gender, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat di provinsi yang meliputi peningkatan tingkat literasi yang berkesetaraan gender di kabupaten dan kota; dan perluasan dan pemerataan akses kursus dan pendidikan life skill bermutu, berkesetaraan gender, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat di semua kabupaten dan kota;
b. penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan orang dewasa berkelanjutan yang berkesetaraan gender dan relevan dengan kebutuhan masyarakat;
c. penyediaan model pembelajaran, data dan informasi berbasis riset, dan standar nasional pendidikan orang dewasa berkelanjutan serta keterlaksanaan akreditasi pendidikan orang dewasa berkelanjutan.

Strategi VI
Penguatan tata kelola, sistem pengendalian manajemen, dan sistem pengawasan dilakukan melalui:
a. penguatan tata kelola dan sistem pengendalian manajemen di satuan kerja
b. penguatan tata kelola dan sistem pengendalian manajemen
c. penyediaan dan pendayagunaan buku ajar, kebahasaan, e-pendidikan, kehumasan, dan sistem sekolah sehat yang meliputi perwujudan layanan prima di bidang informasi dan kehumasan pendidikan; perwujudan layanan prima dalam bidang pendidikan dan pelatihan pegawai; penyediaan buku ajar yang bermutu dan murah; penyediaan TIK untuk e-learning dan e-administrasi pada semua satuan pendidikan dan satker; perwujudan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu dan teknologi serta pilar pemerkukuh persatuan dan kesatuan bangsa; dan perwujudan sekolah sehat dan kebugaran jasmani peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah;
d. penguatan sistem pengendalian manajemen dan sistem pengawasan yang meliputi pencapaian intensifikasi dan ekstensifikasi pengawasan yang akuntabel, pencapaian audit investigasi sesuai  dengan standar audit, dan perwujudan pelayanan prima dalam manajemen operasional.

Sabtu, 28 Mei 2011

Soal UTS kelas Exstension


UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)
HARI/TANGGAL             : MINGGU, 29 MEI 2011
MATA KULIAH              : KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN ISLAM
SEMESTER                    : EXTENSION)
DOSEN                          : NIA OKTAVIANI, S. Pd
 

Kerjakan soal di bawah ini dengan seksama!
1.     Jelaskan:
a.    Tujuan Pendidikan Islam
b.    Fungsi Pendidikan Islam
c.    Prinsip Pendidikan Islam
2.     Jelaskan dengan singkat model pendidikan bagi generasi muda pada Millenium III!
3.     Gambarkan dan jelaskan Pola Kerjasama Tri Pusat Pendidikan Islam!
4.     Jelaskan peranan stake holder pendidikan dalam era otonomi daerah kaitannya dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)!
5.     Jelaskan pengaruh Reformasi Pendidikan Nasional terhadap Pendidikan Islam! Jelaskan pula Strategi apakah yang harus digunakan dalam mensiasatinya!

SELAMAT BEKERJA!


CATATAN:
1.    UTS dikerjakan di rumah/take home
2.    Jawaban di tulis tangan di atas folio bergaris
3.    Jawaban di kumpulkan tanggal 5 Juni 2011

Selasa, 17 Mei 2011

MEMAHAMI KEMBALI PROFESI KEGURUAN


A.     Pengertian Profesi Keguruan
Dalam Undang-undang nomor 14 Tahun 2008 tentang guru dan dosen yang dimaksud dengan Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Ciri-ciri dari sebuah profesi antara lain:
a.         Standar unjuk kerja
b.        Lembaga pendidikan khusus untuk menghasilkan pelaku profesi tersebut dengan standar kualitas akademik yang bertanggung jawab
c.         Organisasi profesi;
d.        Etika dan kode etik profesi;
e.         Sistem imbalan;
f.          Pengakuan masyarakat
Dari keenam ciri-ciri di atas layaklah adanya bahwasannya guru dikatakan sebuah profesi. Dikarenakan Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengakuan guru sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan adanya sertifikat pendidik.
Hal ini sejalan dengan Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang guru dan dosen bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Seorang guru yang sukses di sekolah biasanya menguasai masalah-masalah profesional dan akademik, mengerti motif, kepribadian, kemampuan, gaya belajar dan berfikir, mengerti sikap-sikap siswa, efektif dalam meneruskan pengetahuan dan keterampilan kepada siswa, respek dan diterima oleh teman sejawat dan siswa, dan yang paling penting ia merasa senang melakukan sebuah pekerjaan penting.
Dalam sistem dan proses pendidikan manapun, guru tetap memegang peranan penting. Para siswa tidak mungkin belajar sendiri tanpa bimbingan guru yang mampu mengemban tugasnya dengan baik. Pada hakikatnya para siswa hanya mungkin belajra dengan baik jika guru telah mempersiapkan lingkungan positif bagi mereka untuk belajar.



B.     Prinsip Dan Hak Profesi Keguruan
Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a.         Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b.         Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c.          Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d.         Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e.         Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f.           Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g.         Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h.         Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i.           Memiliki organisasi profesi yang rnempuyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya, tentu saja selain kewajiban guru memiliki hak antara lain:
a.         Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b.         Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c.          Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d.         Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e.         Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f.           Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundangundangan;
g.         Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h.         Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i.           Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j.           Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/ atau
k.         Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.



C.     Peranan Guru
1.         Peran Guru Sebagai Unsur Pendidikan
Peranan guru tidak hanya bersifat administratif dan organisatoris, tetapi juga bersifat metodologis dan psikologis. Di samping itu guru juga harus memiliki kemampuan kepribadian dan kemampuan kemasyarakatan. Kemampuan-kemampuan itu sangat penting demi keberhasilan tugas dan fungsinya sejalan dengan tugas dan fungsi sekolah sebagai suatu sistem sosial.
Peranan guru dapat ditinjau dalam arti luas dan dalam arti yang sempit. Dalam arti luas, guru mengemban peranan-peranan sebagai ukuran kognitif, sebagai agen moral, sebagai inovator dan kooperatif.
Guru Sebagai ukuran kognitif, dimana tugas guru umumnya adalah mewariskan pengetahuan dan berbagai keterampilan kepada generasi muda. Hal-hal yang akan diwariskan itu tentu sesuai dengan ukuran-ukuran yang telah ditentukan oleh masyarakat dan merupakan gambaran tentang keadaan sosial, ekonomi, dan politik masyarakat yang bersangkutan.
Guru sebagai inovator, bahwa guru bertanggung jawab dalam menyebarluaskan gagasan-gagasan baru, baik terhadap siswa maupun terhadap masyarakat melalui proses pengajaran. Hal ini dikarenakan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka masyarakat senantiasa berubah dan berkembang dalam semua aspek.
Peranan Kooperatif, dimana guru tidak dapat bekerja sendirian dan mengandalkan kemampuannya secara individual.ena itu para guru perlu bekerjasama antar sesama guru dan dengan pekerja-pekerja sosial, lembaga kemasyarakatan, dan dengan Persatuan Orang Tua Murid.
Dalam Djiwandono (2002: 26), dikemukakan peranan guru antara lain:
a.         Guru Sebagai ahli intruksional
Guru harus secara tetap membuat keputusan tentang materi pelajaran dan metodenya. Keputusan ini didasarkan sejumlah faktor yang meliputi mata pelajaran yang akan disampaikan, kebutuhan dan kemampuan siswa, serta seluruh tujuan yang akan dicapai.
b.         Guru sebagai motivator
Tidak ada satupun guru yang dapat berhasil mengajar secara otomatis. Siswa juga harus berbuat dan bertindak. Salah satu peranan guru yang paling penting adalah sebagai motivator. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya Reward and Punishment, dimana siswa akan mendapatkan penghargaan sesuai dengan pencapaiannya dan sebaliknya akan mendapatkan hukuman bila tidak melaksanakan hal yang seharusnya menjadi tugasnya. Selain itu juga bahan mata pelajaran dapat dipilih bersama-sama siswa (yang diminati siswa) dan akan membantu siswa untuk belajar.



c.          Guru sebagai manajer
Dalam Hamalik (2003: 47), bahwa guru adalah pemimpin dalam kelasnya sekaligus sebagai anggota kelompok-kelompok dari siswa. Banyak tugas yang sifatnya manajerial yang harus dilakukan oleh guru , seperti memelihara ketertiban kelas, mengatur ruangan, bertindak sebagai pengurus rumah tangga kelas, serta menyusun laporan bagi pihak yang memerlukannya.
Sebagai seorang guru, kita juga akan berhadapan dengan bentuk pengelolaan kelas yang lain, yaitu mengatur lingkungan belajar yang relatif sehat, bebas dari masalah-masalah tingkah laku, sehingga kelas dapat melanjutkan proses belajar mereka.
d.         Guru sebagai konselor
Walaupun guru tidak diharapkan bertindak sebagai konselor, mereka harus sensitif dalam mengobservasi tingkah laku siswa. Mereka harus mencoba merespons secara konstruktif ketika emosi siswa mulai mengganggu belajar.
Menurut Ummu Zakiyya, bahwa Selagi pembelajaran merupakan proses pengembangan pribadi siswa maka perkembangan siswa harus menjadi dasar bagi pembelajaran. Aspek-aspek perkembangan siswa yang mencakup perkembangan fisik dan motorik, kognitif, pribadi, dan sosial mempunyai implikasi penting bagi proses pembelajaran. Implikasi itu menyangkut pengembangan isi dan strategi pembelajaran, dan kerja sama sekolah dengan orang tua.
Pengertian dan Tujuan Bimbingan dan Konseling
1.      Bimbingan dapat diartikan sebagai “proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal”
2.      Konseling diartikan sebagai “proses membantu individu (klien) secara perorangan dalam situasi hubungan tatap muka, dalam rangka mengembangkan diri atau memecahkan masalah yang dihadapinya”.
3.      Konseling merupakan salah satu jenis layanan bimbingan, yang dipandang inti dari keseluruhan layanan bimbingan.
4.      Bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu individu atau peserta didik agar dapat mengembangkan kepribadiannya secara optimal, baik menyangkut aspek fisik, intelektual, emosional, sosial maupun moral-spiritual.
e.         Guru sebagai model
Anak dan remaja berkembang ke arah idealisme dan kritis. Mereka membutuhkan guru sebagai model yang dapat dicontoh dan dijadikan teladan. Karena itu guru harus memiliki kelebihan, baik pengetahuan, keterampilan dan kepribadian. (Hamalik, 2003: 46)
Menurut Makmun (1999:18), bahwa dalam ari yang luas pendidikan dapat mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara formal, nonformal, maupun informal, dalam rangka mewujudkan dirinya sesuai dengan tahapan tugas perkembangannya secara optimal sehingga mencapai suatu taraf kedewasaan tertentu. Dalam konteks ini, seorang guru yang ideal dapat bertugas dan berperan antara lain:
a.       Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan dan inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan
b.      Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada sasaran didik
c.       Transformator (penerjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya melalui proses interaksinya dengan sasaran didik
d.      Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggung jawabkan baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan Yang Menciptakannya)
Dalam arti terbatas, peranan guru antara lain:
a.         Perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar-mengajar (preteaching problems)
b.        Pelaksana (organizer) yang harus menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, ia bertindak sebagai sumber (resource person), konsultan kepemimpinan (leader) yang bijaksana dalam arti demokratis dan humanistik selama proses berlangsung (during teaching problems)
c.         Penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisis, menafsirkan, dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement) atas tingkat keberhasilan belajar-mengajar (PBM) tersebut berdasarkan kriteria yang ditetapkan baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produk output-nya
2.    Peran Guru dalam Keluarga
Menurut Ummu Zakiyya bahwa dalam kaitan dengan keluarga, guru merupakan unsur keluarga sebagai pengelola (suami atau isteri), sebagai anak, dan sebagai pendidik dalam keluarga. Hal ini mengandung makna bahwa guru sebagai unsur keluarga berperan untuk membangun keluarga yang kokoh sehingga menjadi fundasi bagi kinerjanya dalam melaksanakan fungsi guru sebagai unsur pendidikan. Untuk mewujudkan kehidupan keluarga yang kokoh perlu ditopang antara lain oleh: landasan keagamaan yang kokoh, penyesuaian pernikahan yang sehat, suasana hubungan inter dan antar keluarga yang harmonis, kesejahteraan ekonomi yang memadai, dan pola-pola pendidikan keluarga yang efektif.



3.    Peran Guru dalam Masyarakat
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara keseluruhan, guru merupakan unsur strategis sebagai anggota, agen, dan pendidik masyarakat. Sebagai anggota masyarakat guru berperan sebagai teladan bagi masyarakat di sekitarnya baik kehidupan pribadinya maupun kehidupan keluarganya. Sebagai agen masyarakat, guru berperan sebagai mediator (penengah) antara masyarakat dengan dunia pendidikan khususnya di sekolah. Dalam kaitan ini, guru akan membawa dan mengembangkan berbagai upaya pendidikan di sekolah ke dalam kehidupan di masyarakat, dan juga membawa kehidupan di masyarakat ke sekolah. Selanjutnya sebagai pendidik masyarakat, bersama unsur masyarakat lainnya guru berperan mengembangkan berbagai upaya pendidikan yang dapat menunjang pencapaian hasil pendidikan yang bermutu.
D.    Kompetensi Guru
Dalam peranannya sebagai bagian dari unsur pendidikan, guru harus memiliki beberapa kompetensi, antara lain:
1.      Kemampuan menguasai bahan
Kemampuan ini antara lain:
a.         Menguasai bahan bidang studi dan kurikulum sekolah
b.         Menguasai bahan pendalaman/aplikasi bidang studi
2.      Kemampuan mengelola program belajar mengajar
Kemampuan ini terdiri atas:
a.       Merumuskan tujuan pengajaran
b.      Mengenal dan dapat menggunakan metode mengajar
c.       Memilih dan menyusun prosedur pengajaran yang tepat
d.      Melaksanakan program belajar mengajar
e.       Mengenal kemampuan (entry behaviour) anak didik
f.        Merencanakan dan melaksanakan pengajaran remedial
3.      Kemampuan mengelola kelas dengan pengalaman belajar
Kemampuan ini berkaitan dengan:
a.       Mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran
b.      Menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi
4.      Kemampuan menggunakan media/sumber dengan pengalaman belajar
Kemampuan ini meliputi:
a.       Mengenal, memilih dan menggunakan media
b.      Membuat alat-alat bantu pelajaran sederhana
c.       Menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka PBM
d.      Mengembangkan laboratorium
e.       Menggunakan Perpustakaan
f.        Menggunakan Micro Teaching unit dalam PPL



5.      Kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan dengan pengalaman belajar
Kemampuan ini meliputi:
a.       Menguasai konsep dan masalah pendidikan dan pengajaran dengan sudut tinjauan sosiologis, filosofis, historis, dan psikologis
b.      Mengenali fungsi sekolah sebagai lembaga sosial yang secara potensial dapat memajukan masyarakat dalam arti luas serta pengaruh timbal balik antara sekolah dengan masyarakat
6.      Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar dengan pengalaman belajar
Kemampuan ini berkaitan dengan:
a.       Menguasai cara memotivasi siswa
b.      Menguasai beberapa mekanisme psikologis belajar mengajar
c.       Mengkaji faktor-faktor positif dan negatif dalam proses belajar
d.      Menguasai cara-cara berkomunikasi antar pribadi
7.      Kemampuan menilai prestasi siswa dengan pengalaman belajar
a.       Menguasai bermacam-macam tekhnik dan prosedur penilaian
b.      Menguasai pengolahan dan penginterpretasian hasil penilaian
c.       Mampu menggunakan hasil-hasil penilaian untuk perbaikan proses belajar mengajar
8.      Kemampuan mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan dengan pengalaman belajar
9.      Kemampuan mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah dengan pengalaman belajar
10.  Kemampuan memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran
E.        MASALAH DAN KENDALA
Hingga saat ini masih banyak masalah dan kendala yang berkaitan dengan guru sebagai satu kenyataan yang harus diatasi dengan segera. Berbagai upaya pembaharuan pendidikan telah banyak dilakukan antara lain melalui perbaikan sarana, peraturan, kurikulum, dsb. tapi belum mempriotitaskan guru sebagai pelaksana di tingkat instruksional terutama dari aspek kesejahteraannya. Beberapa masalah dan kendala yang berkaitan dengan kondisi guru antara lain sebagai berikut.
1.         Kuantitas, kualitas, dan distribusi.
Dari aspek kuantitas, jumlah guru yang ada masih dirasakan belum cukup untuk menghadapi pertambahan siswa serta tuntutan pembangunan sekarang. Kekurangan guru di berbagai jenis dan jenjang khususnya di sekolah dasar, merupakan masalah besar terutama di daerah pedesaan dan daerah terpencil. Dari aspek kualitas, sebagian besar guru-guru dewasa ini masih belum memiliki pendidikan minimal yang dituntut. Data di lampiran 1 menunjukkan bahwa dari 2.783.321 orang guru yang terdiri atas 1.528.472 orang guru PNS dan sisanya (1.254.849 orang) non-PNS, baru sekitar 40% yang sudah memiliki kualifikasi S-1/D-IV dan di atasnya. Sisanya masih di bawah D-3 atau lebih rendah. Dari aspek penyebarannya, masih terdapat ketidak seimbangan penyebaran guru antar sekolah dan antar daerah.. Dari aspek kesesuaiannya, di SLTP dan SM, masih terdapat ketidak sepadanan guru berdasarkan mata pelajaran yang harus diajarkan.
2.         Kesejahteraan
Dari segi keadilan kesejahteraan guru, masih ada beberapa kesenjangan yang dirasakan sebagai perlakuan diskriminatif para guru. Di antaranya adalah: (1) kesenjangan antara guru dengan PNS lainnya, serta dengan para birokratnya, (2) kesenjangan antara guru dengan dosen, (3) kesenjangan guru menurut jenjang dan jenis pendidikan, misalnya antara guru SD dengan guru SLTP dan Sekolah Menengah, (4) kesenjangan antara guru pegawai negeri yang digaji oleh negara, dengan guru swasta yang digaji oleh pihak swasta, (5) kesenjangan antara guru pegawai tetap dengan guru tidak tetap atau honorer, (6) kesenjangan antara guru yang bertugas di kota-kota dengan guru-guru yang berada di pedesaan atau daerah terpencil, (7) kesenjangan karena beban tugas, yaitu ada guru yang beban mengajarnya ringan tetapi di lain pihak ada yang beban tugasnya banyak (misalnya di sekolah yang kekurangan guru) akan tetapi imbalannya sama saja atau lebih sedikit. Kesejahteraan mencakup aspek imbal jasa, rasa aman, kondisi kerja, hubungan antar pribadi, dan pengembangan karir.
3.         Manajemen guru
Dari sudut pandang manajemen SDM guru, guru masih berada dalam pengelolaan yang lebih bersifat birokratis-administratif yang kurang berlandaskan paradigma pendidikan (antara lain manajemen pemerintahan, kekuasaan, politik, dsb.). Dari aspek unsur dan prosesnya, masih dirasakan terdapat kekurang-terpaduan antara sistem pendidikan, rekrutmen, pengangkatan, penempatan, supervisi, dan pembinaan guru. Masih dirasakan belum terdapat keseimbangan dan kesinambungan antara kebutuhan dan pengadaan guru. Rerkrutmen dan pengangkatan guru masih selalu diliputi berbagai masalah dan kendala terutama dilihat dari aspek kebutuhan kuantitas, kualitas, dan distribusi. Pembinaan dan supervisi dalam jabatan guru belum mendukung terwujudnya pengembangan pribadi dan profesi guru secara proporsional. Mobilitas mutasi guru baik vertikal maupun horisontal masih terbentur pada berbagai peraturan yang terlalu birokratis dan “arogansi dan egoisme” sektoral. Pelaksanaan otonomi daerah yang “kebablasan” cenderung membuat manajemen guru menjadi makin semrawut.



4.    Penghargaan terhadap guru
Seperti telah dikemukakan di atas, hingga saat ini guru belum memperoleh penghargaan yang memadai. Selama ini pemerintah telah berupaya memberikan penghargaan kepada guru dalam bentuk pemilihan guru teladan, lomba kreatiivitas guru, guru berprestasi, dsb. meskipun belum memberikan motivasi bagi para guru. Sebutan “pahlawan tanpa tanda jasa” lebih banyak dipersepsi sebagai pelecehan ketimbang penghargaan. Pemberian penghargaan terhadap guru harus bersifat adil, terbuka, non-diskriminatif, dan demokratis dengan melibatkan semua unsur yang terkait dengan pendidikan terutama para pengguna jasa guru itu sendiri, sementara pemerintah lebih banyak berperan sebagai fasilitator.
5.    Pendidikan guru
Sistem pendidikan guru baik pra-jabatan maupun dalam jabatan masih belum memberikan jaminan dihasilkannya guru yang berkewenangan dan bermutu disamping belum terkait dengan sistem lainnya. Pola pendidikan guru hingga saat ini masih terlalu menekankan pada sisi akademik dan kurang memperhatikan pengembangan kepribadian disamping kurangnya keterkaitan dengan tuntutan perkembangan lingkungan. Pendidikan guru yang ada sekarang ini masih bertopang pada paradigma guru sebagai penyampai pengetahuan sehingga diasumsikan bahwa guru yang baik adalah yang menguasai pengetahuan dan cakap menyampaikannya. Hal ini mengabaikan azas guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran dan sumber keteladanan dalam pengembangan kepribadian peserta didik. Pada hakekatnya pendidikan guru itu adalah pembentukan kepribadian disamping penguasaan materi ajar. Disamping itu pola-pola pendidikan guru yang ada dewasa ini masih terisolasi dengan sub-sistem manajemen lainnya seperti rekrutmen, penempatan, mutasi, promosi, penggajian, dan pembinaan profesi. Sebagai akibat dari hal itu semua, guru-guru yang dihasilkan oleh LPTK tidak terkait dengan kondisi kebutuhan lapangan baik kuantitas, kualitas, maupun kesepadannya dengan kebutuhan nyata.



DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, Cet I
Djiwandono, Sri Esti Wuryani. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Cet I
Hamalik, Oemar. 2003. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara. Cet II
Makmun, Abin Syamsuddin. 1999. Psikologi Kependidikan. Bandung: Rosdakarya. Cet II
Ummuzakariya.blogspot.com
UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.
UU No. 14 Tahun 2008 tentang guru dan dosen